Liku-liku mengirim LKPP ke Surabaya
Kali ini kembali tiba giliranku mengirimkan LKPP (Laporan Keuangan Pemerintah Pusat) KPPN Bojonegoro bulan Januari 2010 ke Kantor Wilayah (Kanwil) Ditjen Perbendaharaan Provinsi Jawa Timur di Surabaya.
Tanggal 10 Februari 2010 berangkat dari kantor sekitar pukul 08.30 wib menuju terminal Rajekwesi Bojonegoro. Menunggu beberapa lama tidak ada bis yang keluar dari terminal (padahal banyak bis), ternyata ada tukang ojek yang bilang “tidak ada bis yang jalan, lagi ada demo”. Demo kecakapan mengemudi atau demo masak ? (pikirku). Coba nanti tak mencari informasi di dalam perjalanan.
Wah gimana nih, aku bayangkan lamanya perjalanan dan harus berganti-ganti kendaraan, bila tidak ada bis. Umpama keperluan pribadi aku balik pulang, tapi ini kepentingan dinas. Mau tidak mau harus berangkat, lagi pula sudah diberi uag saku.
OK lah aku harus naik oplet Isuzu ELF (orang-orang masih banyak yang terbiasa menyebutnya kol/colt) menuju Babat yang berjarak 36 km dalam waktu lebih dari satu jam, naik bis 30 menit saja. Kenapa kok lebih lama ? Ya karena oplet sering berhenti dan kadang malah “mundur”, karena kebaikan sopirnya.
Aku nikmati saja naik oplet yang panas dan penuh sesak, sampai-sampai badan kernetnya harus berada di luar mobil dan penumpangnya berdiri di dalam sambil membungkuk. Tapi aku tak bisa mengajak bergantian duduk, karena kondisi.
Banyak cerita yang aku dapat di dalam oplet. Diantaranya penyebab demo, yaitu karena hari sebelumnya sopir bis menurunkan penumpang di sekitar rambu larangan petigaan menunju terminal (Jl. Ahmad Yani) yang di tilang Rp 200.000,00 oleh polisi. Ternyata hasil obrolan para penumpang betul, setelah keesokannya aku cocokkan dengan berita di internet. Ada juga cerita penumpang yang akan membiayai cerai saudarinya, karena geregetan dengan iparnya (off the record).
Akibat demo sopir bis mogok membuat oplet penumpangnya penuh sesak, mereka memaklumi dan sabar. Tapi yang kurang baik malah kernetnya yang memanfaatkan kesempatan, uangku Rp 50.000,00 dikembalikan Rp 43.000,00 tapi yang uangnya Rp 10.000,00 dikembalikan Rp 5.000,00 Itulah kebiasaannya.
Tiba di pasar Babat pukul 09.48 wib kemudian naik becak sampai ke Jembatan Baru Babat pukul 09.57 wib yang berjarak 2 km dengan ongkos Rp 5.000,00 Terus naik bis dari arah Tuban menuju Surabaya Rp 10.000,00
Perjalanan aku lanjutkan naik mikrolet hijau ke JMP (Jempatan Merah Plasa) Rp 3.000,00 Dari JMP ganti mikrolet lagi menuju jalan Indrapura (Kanwil Ditjen Perbendaharaan) yang ditempuh selama kurang lebih 30 menit padahal kalau naik sepeda motor paling lama sepuluh menit. Yang lama berhenti disamping masjid Kemayoran / dprd jatim, mau turun dan jalan kaki ke GKN (Gedung Keuangan Negara) takut nyeberangnya (maklum orang desa).
Jadi biasanya Bojonegro – Kanwil Surabaya hanya tiga setengah jam, kali ini harus ditempuh hampir lima jam. Tiba di kanwil pukul 12.40 wib langsung shalat dhuhur dan menemui kepala kantorku (Bp. Hari Utomo) yang juga selesai shalat di masjid. Beliau sedang mengikuti rapat kerja di kanwil selama tiga hari.
LKPP Januari 2010
Setelah cerita tentang perjalanan yang harus lima kali ganti kendaraan umum karena adanya demo sopir bis.
Sekarang apa saja isinya LKPP Januari 2010 ? Ini aku cuplikkan yang lagi tren, yang berhubungan dengan diberlakukannya UU No.22 Tahun 2009 tentang LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN. Bagaimana pengaruhnya dengan pendapatan negara. Yaitu tentang pendapatan Jasa Kepolisian dan Pendapatan Hasil Denda/Tilang dan sebagainya (gabungan Kab. Bojonegoro dan Lamongan).
Naik atau turun pendapatan dari sektor ini ? Berikut tabel perbandingannya :
Kali ini kembali tiba giliranku mengirimkan LKPP (Laporan Keuangan Pemerintah Pusat) KPPN Bojonegoro bulan Januari 2010 ke Kantor Wilayah (Kanwil) Ditjen Perbendaharaan Provinsi Jawa Timur di Surabaya.
Tanggal 10 Februari 2010 berangkat dari kantor sekitar pukul 08.30 wib menuju terminal Rajekwesi Bojonegoro. Menunggu beberapa lama tidak ada bis yang keluar dari terminal (padahal banyak bis), ternyata ada tukang ojek yang bilang “tidak ada bis yang jalan, lagi ada demo”. Demo kecakapan mengemudi atau demo masak ? (pikirku). Coba nanti tak mencari informasi di dalam perjalanan.
Wah gimana nih, aku bayangkan lamanya perjalanan dan harus berganti-ganti kendaraan, bila tidak ada bis. Umpama keperluan pribadi aku balik pulang, tapi ini kepentingan dinas. Mau tidak mau harus berangkat, lagi pula sudah diberi uag saku.
OK lah aku harus naik oplet Isuzu ELF (orang-orang masih banyak yang terbiasa menyebutnya kol/colt) menuju Babat yang berjarak 36 km dalam waktu lebih dari satu jam, naik bis 30 menit saja. Kenapa kok lebih lama ? Ya karena oplet sering berhenti dan kadang malah “mundur”, karena kebaikan sopirnya.
Aku nikmati saja naik oplet yang panas dan penuh sesak, sampai-sampai badan kernetnya harus berada di luar mobil dan penumpangnya berdiri di dalam sambil membungkuk. Tapi aku tak bisa mengajak bergantian duduk, karena kondisi.
Banyak cerita yang aku dapat di dalam oplet. Diantaranya penyebab demo, yaitu karena hari sebelumnya sopir bis menurunkan penumpang di sekitar rambu larangan petigaan menunju terminal (Jl. Ahmad Yani) yang di tilang Rp 200.000,00 oleh polisi. Ternyata hasil obrolan para penumpang betul, setelah keesokannya aku cocokkan dengan berita di internet. Ada juga cerita penumpang yang akan membiayai cerai saudarinya, karena geregetan dengan iparnya (off the record).
Akibat demo sopir bis mogok membuat oplet penumpangnya penuh sesak, mereka memaklumi dan sabar. Tapi yang kurang baik malah kernetnya yang memanfaatkan kesempatan, uangku Rp 50.000,00 dikembalikan Rp 43.000,00 tapi yang uangnya Rp 10.000,00 dikembalikan Rp 5.000,00 Itulah kebiasaannya.
Tiba di pasar Babat pukul 09.48 wib kemudian naik becak sampai ke Jembatan Baru Babat pukul 09.57 wib yang berjarak 2 km dengan ongkos Rp 5.000,00 Terus naik bis dari arah Tuban menuju Surabaya Rp 10.000,00
Perjalanan aku lanjutkan naik mikrolet hijau ke JMP (Jempatan Merah Plasa) Rp 3.000,00 Dari JMP ganti mikrolet lagi menuju jalan Indrapura (Kanwil Ditjen Perbendaharaan) yang ditempuh selama kurang lebih 30 menit padahal kalau naik sepeda motor paling lama sepuluh menit. Yang lama berhenti disamping masjid Kemayoran / dprd jatim, mau turun dan jalan kaki ke GKN (Gedung Keuangan Negara) takut nyeberangnya (maklum orang desa).
Jadi biasanya Bojonegro – Kanwil Surabaya hanya tiga setengah jam, kali ini harus ditempuh hampir lima jam. Tiba di kanwil pukul 12.40 wib langsung shalat dhuhur dan menemui kepala kantorku (Bp. Hari Utomo) yang juga selesai shalat di masjid. Beliau sedang mengikuti rapat kerja di kanwil selama tiga hari.
LKPP Januari 2010
Setelah cerita tentang perjalanan yang harus lima kali ganti kendaraan umum karena adanya demo sopir bis.
Sekarang apa saja isinya LKPP Januari 2010 ? Ini aku cuplikkan yang lagi tren, yang berhubungan dengan diberlakukannya UU No.22 Tahun 2009 tentang LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN. Bagaimana pengaruhnya dengan pendapatan negara. Yaitu tentang pendapatan Jasa Kepolisian dan Pendapatan Hasil Denda/Tilang dan sebagainya (gabungan Kab. Bojonegoro dan Lamongan).
Naik atau turun pendapatan dari sektor ini ? Berikut tabel perbandingannya :
NO | URAIAN | JANUARI 2009 (Rp) | JANUARI 2010 (Rp) | KETERANGAN |
1 | Pendapatan Surat Ijin Menegemudi (SIM) | 499.125.000 | 648.105.000 | Naik |
2 | Pendapatan Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK) | 225.125.000 | 197.225.000 | Turun |
3 | Pendapatan Buku Pemilik Kendaraan Bermotor (BPKB) | 246.710.000 | 279.300.000 | Naik |
4 | Pendapatan Tanda Nomor Kendaraan Bermotor (TNKB) | 126.070.000 | 113.265.000 | Turun |
5 | Pendapatan Klinik Pengemudi (Klipeng) | 62.050.000 | 48.550.000 | Turun |
6 | Pendapatan Hasil Denda/Tilang dan sebagainya | 44.838.000 | 16.002.275 | Turun |
| JUMLAH | 1.203.918.000 | 1.302.447.275 | Naik |
Setelah diberlakukannya UU No.22 Tahun 2009 Pendapatan SIM “naik”. Karena denda bagi pengendara kendaraan bermotor yang tidak memiliki SIM Rp 1.000.000,00 sehingga membuat masyarakat mau tidak mau harus memiliki SIM. Sedangkan untuk memiliki SIM baru hanya menghabiskan biaya sekitar Rp 125.000,00 melalui ujian. Kemudian pendapatan hasil denda / tilang “turun” dratis. Ini menandakan masyarakat mulai disiplin atau takut ditilang ya ?
Itulah oleh-olehku berupa "Isuzu ELF". Aku sudah bisa membawa oleh-oleh setiap dari Kanwil Surabaya. Oleh-olehku sebelumnya (10/11/2009) adalah "Tugu Pahlawan".
Kebetulan pas Hari Pahlawan ada Pasha Ungu potong tumpeng dengan Bambang DH (Wali kota) di area Tugu Pahlawan.
Tanggal 11/03/2009 oleh-olehku “Jembatan Merah”, tanggal 09/06/2009 oleh-olehku “WTC Surabaya” dan tanggal 10/07/2009 oleh-olehku "Majid Al-Islami GKN Surabaya"
Tidak ada komentar:
Posting Komentar