(istimewa)
INILAH.COM, Jakarta - Tim survey Borneo Equator Expedition (BEE) 2009 terus menggerakkan tiga kendaraannya. Belantara Kalimantan Tengah masih menjadi titik jelajah tim beranggota enam off-roader kawakan ini sebelum tiba di Kalimantan Timur.
Selama 25 hari perjalanan menembus belantara Kalimantan, Kamis kemarin (5/11), kepala ekspedisi BEE 2009 Syamsir Alam mengatakan, timnya banyak menemui lintasan mematikan.
Di wilayah Kalimantan Tengah, misalnya, tim ini mengaku harus jatuh bangun menghadapi ganasnya medan bekas penebangan hutan yang kini telah berubah menjadi rimba muda.
Kabupaten Seruyan dan Kepingan Hulu dianggap daerah terberat yang nantinya harus dihadapi para peserta BEE 2009. “Selain lintasan yang licin dan terjal, rintangan terberat adalah sungai-sungai tanpa jembatan,” kata Syamsir.
“Butuh dua puluh menit bagi off-roader yang pintar untuk bisa turun ke perahu. Ini belum termasuk waktu yang diperlukan untuk naik kembali di seberang,” lanjutnya. Menurut Syamsir, sedikitnya ada 10 sungai dengan dinding-dinding terjal yang akan disantap para off-roader peserta BEE 2009.
Karena itu, Syamsir berpesan agar peserta BEE 2009 nanti lebih berhati-hati. “Lintasan itu super ekstrim. Selain keterampilan mengendalikan mobil, dibutuhkan keberanian dan perhitungan masak.”
“Bila sebuah mobil mengalami masalah teknis akibat kesalahan memilih lintasan, ini akan menghambat pergerakkan rombongan di belakang. Saya sulit memperkirakan waktu yang diperlukan untuk setiap etape, karena sangat bergantung pada kondisi cuaca dan keterampilan para peserta.”
Ditambahkan Syamsir, dirinya dan rombongan tim survey BEE 2009 sempat menghadapi rute di pedalaman hutan sejauh 200 km. Dari rute tersebut, 100 km berupa lintasan krikil, 50 km tanah lembab, sementara sisanya lintasan lumpur yang mampu menghentikan putaran roda.
Untuk menembus rintangan sejauh itu, Syamsir mengatakan, tim survey menghabiskan waktu satu minggu. Karena itu, rute ini dianggap Syamsir lebih ekstrim ketimbang lintasan Pegunungan Mekongga di Sulawesi Utara yang dimainkan pada Diplomat Challenge Indonesia 2006.
Selain dibutuhkan kesiapan teknis kendaraan, Syamsir mengingatkan agar setiap off-roader menyiapkan mental. “Pada sebuah etape tertentu di Kalimantan Tengah, kita tidak menemukan penduduk. Artinya, para off-roader harus mampu survive (bertahan hidup) saat menghadapi masalah dan tertinggal dari rombongan di wilayah ini,” Syamsir menyarankan.
Selain sungai tanpa jembatan, rintangan yang tergolong menjebak adalah puluhan jembata kayu yang kondisinya mulai rapuh. Syamsir sulit memprediksi kekuatan kayu jembatan. Terlebih bila harus menopang bobot mobil-mobil off-road yang umumnya lebih dari 2 ton.
“Kalau jatuh dari jembatan resikonya lumayan. Dalamnya bisa mencapai 10 hingga 20 meter,” imbuh Syamsir. Dengan demikian, Syamsir menilai para off-roader BEE 2009 harus menyiapkan mesin penarik kabel baja (winch) sebaik mungkin.
Di sisi lain, Syamsir mengungkapkan para peserta BEE 2009 juga akan merasakan kebanggaan dari pengalaman baru yang diterima. Pasalnya, 100 km belantara Kalimantan Tengah yang akan dijelajahi merupakan hutan eksotis yang penuh kemurnian.
“Sangat, sangat perawan. Masih murni. Air sangat bening dan kayaknya tidak ada yang mengontaminasi,” cerita Syamsir.
Kendati demikian, Syamsir berharap cuaca pada Desember nanti bisa bersahabat. Karena menurut Syamsir, datangnya hujan bisa membawa bencana bagi rombongan BEE 2009. “Kalau hujan, artinya kiamat,” katanya diiringai tawa yang keras.
Toh, calon peserta BEE 2009 tak perlu ciut nyali. Mobil-mobil off-road yang mereka miliki dianggap Syamsir akan mampu menjinakkan lintasan tersebut. Barometer Syamsir adalah truk ringan Ford Ranger yang dibawa rombongan survey.
Menurutnya, dengan tambahan kelengkapan off-road yang tidak begitu istimewa, kendaraan kabin ganda itu sanggup melewati rintangan demi rintangan sepanjang Kalimantan Tengah. “Kalau mobil off-roader kan jauh lebih hebat. Jadi, kenapa harus takut?” singgung Syamsir. [Tom]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar