Memenuhi permintaan kedua dari kang kedho tentang review Klino Bojonegoro, yang pertama tentang klub sepeda MTB.
Setelah 18/04/09 di Gedongombo Tuban untuk menyaksikan Djarum Super 4x4 Offroad seri 2 (liputan ketiga kalinya), tanggal 19/04/09 melanjutkan perjalanan ke Caruban Madiun melalui Nganjuk. Pulangnya melalui Saradan-Klino-Betek-Bojonegoro, memang hobbyku bila pergi, pulangnya kalau bisa lewat jalan yang berbeda. Sekalian aku sudah janji sama kang kedho (entah rumahnya mana, aku juga belum kenal langsung) untuk review Klino yang akan dijadikan Agro Wisata.
Memang dari berbagai sumber, Klino akan dijadikan kawasan Agro Wisata buah durian yang akan dimulai pertengahan 2009. Rencananya masyarakat akan diberi bibit durian sekitar 3.000 batang untuk ditanam di lingkungannya.
Ok, aku mulai cerita perjalanan dari Saradan Madiun menuju Klino yang jalannya terus naik menerobos hutan yang hijau. Sekalian menguji motor petualanganku, Honda Blade yang baru (maap gak pamer lho) untuk menuju Klino yang berada di ketinggian 150m dpl (dari permukaan laut).
Bisa membayangkan pemandangan perjalanan Saradan-Klino-Betek (Temayang) ? Kalau pengunjung pernah melintas di antara Batu-Pujon (Malang)-Kandangan (Jombang) itulah pemandangan Klino. Jalannya mulus berkelok-kelok mengelilingi pegunungan yang dibawahnya terhampar luas sawah ladang bertingkat.
Dan pernah lihat film TELETUBIS ?, gunungnya ada di Klino.
Disini aku dan istri berpikir seandainya ada investor yang mau membangun obyek wisata di Klino, tentu menjadi kebanggaan tersendiri bagi masyarakat Bojonegoro.
Lha, di Klino ini aku baru sadar dan merasa kalau Kabupaten Bojonegoro juga punya gunung / pegunungan yang udaranya sejuk dan segar. Tentunya harus mulai dipromosikan untuk menjadi obyek wisata andalan.
Meskipun Klino lokasinya jauh dari Bojonegoro (65-75 km) dan masyarakat luar merasa kejauhan untuk berwisata di Klino. Tak mengapa, kita bisa membidik wisatawan dari Kabupaten Nganjuk, Madiun dan sekitarnya yang lebih dekat. Tapi kalau ada investor yang berani membangun wisata Klino dengan spektakuler (misalnya seperti Wisata Bahari Lamongan, WBL) pasti pengunjungnya akan membludak. Seperti slogan kang Yoto (waktu itu baru mencalonkan Bupati)
Tentunya investor juga harus menyediakan fasilitas angkutan umum yang memadai antara Betek-Klino-Saradan. Sayangnya antara Saradan-Klino-Betek bisa dikatakan jarang rumah penduduk.
Setelah dari Klino, arah ke Betek ada gunung Pandan. Menurut salah seorang warga pencari kayu bakar yang aku wawancarai, tiap bulan Suro (Tahun Baru Jawa) gunung Pandan ramai dikunjungi wisatawan dari berbagai daerah. Sehingga jalan menuju gunung yang berjarak tiga kilometer dari jalan beraspal digunakan untuk parkir bus-bus yang digunakan wisatawan. Demikian juga rumah penduduk juga digunakan sebagai penitipan sepeda.
Sayangnya jalan menuju gunung Pandan masih jalan setapak, umpama di aspal tentu lebih menarik tidak hanya bulan Suro.
Kenapa berkunjung kok bulan Suro ? Ya begitulah sebagian masyarakat luas masih menganut paham mistik untuk menggapai kesuksesan duniawi. Tidak beda juga dengan Wisata Kahyangan Api, dengan upacara / ritual yang rutin diselenggarakan. Semoga dikemudian hari bisa berubah menuju Tauhid.
Tulisan lainnya tentang khayalanku wisata di Bojonegoro (Ngerong Tuban, Wisata Bojonegoro Banyuwangi, BojonegoroWisata Petualangan)
Setelah 18/04/09 di Gedongombo Tuban untuk menyaksikan Djarum Super 4x4 Offroad seri 2 (liputan ketiga kalinya), tanggal 19/04/09 melanjutkan perjalanan ke Caruban Madiun melalui Nganjuk. Pulangnya melalui Saradan-Klino-Betek-Bojonegoro, memang hobbyku bila pergi, pulangnya kalau bisa lewat jalan yang berbeda. Sekalian aku sudah janji sama kang kedho (entah rumahnya mana, aku juga belum kenal langsung) untuk review Klino yang akan dijadikan Agro Wisata.
Memang dari berbagai sumber, Klino akan dijadikan kawasan Agro Wisata buah durian yang akan dimulai pertengahan 2009. Rencananya masyarakat akan diberi bibit durian sekitar 3.000 batang untuk ditanam di lingkungannya.
Ok, aku mulai cerita perjalanan dari Saradan Madiun menuju Klino yang jalannya terus naik menerobos hutan yang hijau. Sekalian menguji motor petualanganku, Honda Blade yang baru (maap gak pamer lho) untuk menuju Klino yang berada di ketinggian 150m dpl (dari permukaan laut).
Bisa membayangkan pemandangan perjalanan Saradan-Klino-Betek (Temayang) ? Kalau pengunjung pernah melintas di antara Batu-Pujon (Malang)-Kandangan (Jombang) itulah pemandangan Klino. Jalannya mulus berkelok-kelok mengelilingi pegunungan yang dibawahnya terhampar luas sawah ladang bertingkat.
Dan pernah lihat film TELETUBIS ?, gunungnya ada di Klino.
Disini aku dan istri berpikir seandainya ada investor yang mau membangun obyek wisata di Klino, tentu menjadi kebanggaan tersendiri bagi masyarakat Bojonegoro.
Lha, di Klino ini aku baru sadar dan merasa kalau Kabupaten Bojonegoro juga punya gunung / pegunungan yang udaranya sejuk dan segar. Tentunya harus mulai dipromosikan untuk menjadi obyek wisata andalan.
Meskipun Klino lokasinya jauh dari Bojonegoro (65-75 km) dan masyarakat luar merasa kejauhan untuk berwisata di Klino. Tak mengapa, kita bisa membidik wisatawan dari Kabupaten Nganjuk, Madiun dan sekitarnya yang lebih dekat. Tapi kalau ada investor yang berani membangun wisata Klino dengan spektakuler (misalnya seperti Wisata Bahari Lamongan, WBL) pasti pengunjungnya akan membludak. Seperti slogan kang Yoto (waktu itu baru mencalonkan Bupati)
Tentunya investor juga harus menyediakan fasilitas angkutan umum yang memadai antara Betek-Klino-Saradan. Sayangnya antara Saradan-Klino-Betek bisa dikatakan jarang rumah penduduk.
Setelah dari Klino, arah ke Betek ada gunung Pandan. Menurut salah seorang warga pencari kayu bakar yang aku wawancarai, tiap bulan Suro (Tahun Baru Jawa) gunung Pandan ramai dikunjungi wisatawan dari berbagai daerah. Sehingga jalan menuju gunung yang berjarak tiga kilometer dari jalan beraspal digunakan untuk parkir bus-bus yang digunakan wisatawan. Demikian juga rumah penduduk juga digunakan sebagai penitipan sepeda.
Sayangnya jalan menuju gunung Pandan masih jalan setapak, umpama di aspal tentu lebih menarik tidak hanya bulan Suro.
Kenapa berkunjung kok bulan Suro ? Ya begitulah sebagian masyarakat luas masih menganut paham mistik untuk menggapai kesuksesan duniawi. Tidak beda juga dengan Wisata Kahyangan Api, dengan upacara / ritual yang rutin diselenggarakan. Semoga dikemudian hari bisa berubah menuju Tauhid.
Tulisan lainnya tentang khayalanku wisata di Bojonegoro (Ngerong Tuban, Wisata Bojonegoro Banyuwangi, BojonegoroWisata Petualangan)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar